Data Resmi Pasar Jaya Bantah Klaim 40 Persen Pasar Tradisional Kumuh
Jakarta, jakwarta.com - Kepedulian Gubernur Pramono Anung terhadap Pedagang dan Revitalisasi Patut diapresiasi. Hal itu ditegaskan pengamat kebijakan publik Sugiyanto Jumat (19/9).
Pria yang akrab disapa SGY ini mengaku telah lama mengikuti perkembangan 153 pasar tradisional di Jakarta sejak era Gubernur Fauzi Bowo (Foke). Bahkan ia juga mengaku pernah mengunjungi hampir semua pasar tradisional tersebut.
"Saat itu saya aktif berbicara mengenai pasar tradisional melalui lembaga Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), baik sebagai Ketua maupun Direktur. Rekam jejak masih ada, salah satunya saat pembongkaran Pasar Koja pada 2009, ketika saya terlibat aktif melakukan advokasi kepada pedagang," ujar pria berkaca mata ini.
Beberapa hari lalu ia mengaku membaca pernyataan Ketua Umum Pusat Koperasi Pedagang Pasar (Puskoppas), Gusnal, yang menyebut 40 persen atau sekitar 60 dari 153 pasar tradisional di bawah pengelolaan Perumda Pasar Jaya berada dalam kondisi memprihatinkan kumuh, becek, bocor, rawan banjir, dan kebakaran.
Klaim ini ia nilai keliru jika dikaitkan dengan istilah “kumuh.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kumuh berarti kotor atau cemar.
Dalam konteks perkotaan, permukiman kumuh diartikan sebagai kawasan yang tidak layak huni karena padat penduduk, bangunan berdempetan dan berkualitas buruk, serta minim atau bahkan tidak memiliki sarana dan prasarana dasar seperti sanitasi dan air bersih.
Jika pengertian tersebut diterapkan pada pasar tradisional, maka istilah kumuh dapat dimaknai sebagai kondisi bangunan pasar yang rusak parah, lingkungan yang tidak sehat, serta keterbatasan fasilitas dasar seperti listrik, air minum, sistem drainase, dan MCK.
Dengan mengacu pada definisi tersebut, menurutnya tidak logis apabila disebut ada 60 pasar tradisional di Jakarta yang benar-benar layak dikategorikan sebagai kumuh.
Data resmi Pasar Jaya tahun 2025 menunjukkan hanya 34 pasar (22 persen) yang kondisi bangunannya rusak.
Sementara itu, 30 pasar dalam kondisi cukup baik (layak pakai), 80 pasar dalam kondisi baik, dan 9 pasar sedang dalam proses pembangunan.
Angka tersebut bahkan membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024 terdapat 34 pasar rusak, pada 2023 ada 44 pasar rusak, dan pada 2022 sebanyak 55 pasar rusak. Artinya, tren perbaikan pasar tradisional jelas terlihat.
Pasar Jaya juga telah melakukan banyak langkah nyata. Sebanyak 67 pasar sudah dicat ulang eksteriornya, seperti Pasar Gondangdia, Pasar Paseban, Pasar Baru, Pasar Tomang Barat, Pasar Gang Kancil, dan Pasar Jatinegara.
Revitalisasi besar terhadap 9 pasar pun dijalankan menggunakan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD), antara lain di Pasar Jatirawasari, Pasar Cilincing, Pasar Heksagon, Pasar Kalideres, Pasar Sumur Batu, Pasar Kombongan, Pasar, dan pasar-pasar lainnya.
Selain itu, Pasar Jaya juga bekerja sama dengan pihak ketiga untuk rencana revitalisasi 3 Pasar, yakni, Pasar Induk U Shape, Pasar Pramuka, dan Pasar Jembatan Besi. Penataan pedagang kaki lima (PKL) pun dilakukan.
Selain itu, perawatan sipil dan mekanikal–elektrikal di 99 pasar juga dijalankan. Adapun pekerjaan tersebut termasuk waterproofing dan epoxy di Pasar Cipulir, perbaikan saluran air di Pasar Sunter Podomoro, pengaspalan Pasar Jembatan Lima, hingga perbaikan panel listrik di Pasar Senen dan AC di Pasar Glodok.
Hal lain yang patut dicatat adalah revitalisasi toilet pasar. Pada 2024, lima pasar sudah diperbaiki tolietnya, yaitu Pasar Palmeriem, Pasar Santa, Pasar Mampang Prapatan, dan Pasar Tanah Abang Blok B. Pasar Jaya juga membangun 11 lapangan bulutangkis dan 8 lapangan futsal di atas pasar, misalnya di Pasar Palmerah, Pasar Kenari, Pasar Baru, Pasar Tebet Barat, Pasar Grogol, Pasar Sawah Besar, dan pasar Tebet Timur.
Dari sisi modernisasi, Pasar Jaya telah mengembangkan sistem penagihan BPP berbasis digital. Pada tahun 2024, sistem ini telah diterapkan di 27 pasar, di antaranya Pasar Glodok, Pasar Pagi, Pasar Sawah Besar, dan Pasar Pelita, melalui kerja sama dengan Bank Mandiri dan Bank DKI.
Selain itu, pembayaran berbasis digital juga diperluas bersama BRI, BCA, Mandiri, GoPay, Bank DKI, dan mitra lainnya.
Hingga 2024, sebanyak 57 pasar sudah menggunakan sistem tersebut. Beberapa di antaranya adalah Pasar Tomang Barat, Pasar Bendungan Hilir, Pasar Tanah Abang Blok B, dan Pasar Pulau Gadung.
Program pemasaran kios berbasis digital pun telah diterapkan di sejumlah pasar, seperti Pasar Kramat Jati, Pasar Palmeriam, Pasar HWI Lindeteves, dan Pasar Sunter Podomoro.
Revitalisasi pasar tradisional jelas membutuhkan dukungan semua pihak. Dana besar menjadi kunci, dan dukungan pedagang sangat vital, terutama dalam membayar Biaya Pengelolaan Pasar (BPP).
Namun piutang BPP terus meningkat, bahkan mencapai Rp217,19 miliar pada April 2025. Padahal dana ini sangat dibutuhkan untuk perawatan dan pelayanan pasar.
"Saya mendengar pedagang sudah menyampaikan aspirasi mereka kepada Pasar Jaya maupun langsung kepada Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo. Pasar Jaya sejatinya peduli, tetapi terikat aturan. Misalnya, KPK merekomendasikan agar tunggakan BPP tetap ditagih sesuai ketentuan," terangnya.
Di sisi lain, ia menilai respon yang tenang dan elegan juga ditunjukkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo. Langkahnya cerdas, tepat, terukur, dan dijalankan dengan sangat apik.
"Hal ini terlihat dari pernyataannya pada Selasa, 16 September 2025, ketika Gubernur Pramono menegaskan komitmennya untuk melakukan revitalisasi pasar tradisional, disertai berbagai langkah positif lainnya," terangnya.
Kebijakan ini ia menilai dijalankan secara profesional tanpa menyalahkan pihak mana pun, baik pedagang maupun BUMD Pasar Jaya, semata-mata demi kebaikan bersama masyarakat Jakarta.
"Sebuah sikap bijaksana yang patut diapresiasi dari seorang pemimpin ibu kota seperti Gubernur Pramono Anung Wibowo," ujarnya. Rill/Red