Bela Negara di Era Digital: Insan Pers Dikukuhkan Sebagai Garda Terdepan Informasi Kebangsaan


Di tengah kompleksitas tantangan keamanan nasional yang kian mengglobal dan multidimensi, peran pers tidak lagi sekadar sebagai penyampai berita, tetapi sebagai pilar pertahanan negara di medan informasi. Hal ini menjadi pesan sentral dalam Diklat Insan Pers Bela Negara yang diselenggarakan oleh Bela Negara Network pada Rabu, 17 Desember 2025, di Aula Bela Negara, Gedung Suprapto Lantai 8, Kementerian Pertahanan RI. Acara yang mengusung tema “Meningkatkan Bela Negara melalui Pers” ini bertujuan mengukuhkan insan media sebagai garda terdepan dalam informasi kebangsaan serta mendorong peran aktif mereka dalam menjaga keamanan informasi dan kedaulatan bangsa.

Dihadiri oleh perwakilan redaksi, wartawan, dan pengelola media dari berbagai platform, diklat ini dibuka secara resmi setelah rangkaian acara seremonial yang khidmat. Prosesi dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Bela Negara, dilanjutkan dengan laporan panitia serta sambutan dari tiga institusi kunci: Mayjen TNI (Purn) Adi S. selaku Kepala Satuan Pengawas FKBN RI, Ketua Dewan Pers, dan Dirjen Pothan Kemhan RI. Dalam sambutannya, terungkap konsensus bahwa dalam konteks bela negara kontemporer, pena dan keyboard memiliki daya hancur dan daya bangun yang setara dengan senjata konvensional.

Membangun Fondasi: Tataran Dasar Bela Negara dan Ancaman Modern

Sesi inti pembekalan dimulai dengan materi “Tataran Dasar Bela Negara” yang disampaikan oleh perwakilan Kementerian Pertahanan RI. Materi ini menegaskan bahwa bela negara bukan lagi semata-mata tentang memanggul senjata, tetapi tentang kontribusi positif setiap warga negara sesuai profesinya. Bagi insan pers, kontribusi itu diwujudkan melalui kerja jurnalistik yang berintegritas, mendidik, dan mempersatukan bangsa. Pemahaman dasar ini menjadi landasan etis sebelum membahas ancaman-ancaman yang lebih teknis.

Ancaman tersebut kemudian dijelaskan secara gamblang dalam sesi kedua tentang “Pertahanan Cyber dan Peran Media untuk Menghadapi Psywar (Psychological Warfare)” oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Narasumber memaparkan bagaimana perang psikologi modern menggunakan media sosial dan platform digital sebagai alat untuk menanamkan narasi yang merusak stabilitas nasional, memecah belah masyarakat, dan melemahkan kepercayaan terhadap institusi negara. Pers, dengan kemampuan verifikasi dan jaringannya, diharapkan menjadi first line of defense (garis pertahanan pertama) dalam mengidentifikasi, mendekonstruksi, dan menetralisasi kampanye psywar asing maupun domestik. "Setiap klik, setiap berita yang dibagikan, bisa menjadi amunisi atau penangkal dalam perang persepsi ini," tegas salah satu pemateri dari BSSN.

Memerangi Hoax dan Judi Online: Kolaborasi Pemerintah dan Media

Sesi berikutnya, yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, fokus pada “Peran Pemerintah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Berita Hoax dan Judi Online.” Pemerintah menyadari bahwa perang melawan disinformasi dan konten ilegal tidak bisa dimenangi sendirian. Diperlukan kolaborasi simbiosis dengan media arus utama dan platform jurnalistik warga yang bertanggung jawab. Materi ini menyoroti mekanisme pelaporan yang sudah ada, seperti Aduan Konten dan kerja sama dengan trusted flagger, serta mendorong insan pers untuk aktif menjadi sumber informasi yang kredibel sehingga masyarakat tidak terjebak pada sumber-sumber yang tidak jelas. Ancaman judi online juga ditekankan bukan hanya sebagai kejahatan ekonomi, tetapi juga sebagai pintu masuk pendanaan aktivitas ilegal dan perusakan moral bangsa yang menggerogoti ketahanan sosial.

Integritas Jurnalistik sebagai Bentuk Bela Negara

Puncak dari pembekalan adalah sesi yang disampaikan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tentang “Pentingnya Kesadaran Bela Negara bagi Insan Pers untuk menjaga Sikap Objektif, Independen, dan Bertanggung Jawab.” Sesi ini menautkan langsung prinsip-prinsip jurnalistik dasar—obyektif, independen, dan akuntabel—dengan semangat cinta tanah air. Seorang wartawan yang menjalankan tugasnya dengan baik, dengan memverifikasi fakta, melindungi sumber yang sah, dan menolak suap atau tekanan untuk memutar narasi, pada hakikatnya sedang menjalankan bela negara. "Pers yang independen adalah pers yang kuat. Pers yang kuat adalah pers yang mampu melindungi kepentingan publik dan kedaulatan bangsa dari berbagai bentuk manipulasi," ujar perwakilan PWI. Semangat ini selaras dengan tujuan diklat untuk menjadikan insan pers sebagai guardian of national narrative (penjaga narasi kebangsaan).

Diskusi Interaktif dan Komitmen Bersama

Sesi tanya jawab yang dimoderatori dengan apik berlangsung dinamis. Peserta mengajukan pertanyaan kritis seputar tantangan teknis dalam melacak sumber psywar, batasan antara peliputan kritis dan ancaman terhadap keamanan negara, serta bagaimana memperkuat literasi digital di ruang redaksi. Diskusi menghasilkan kesimpulan bahwa diperlukan platform kolaborasi tetap antara Kementerian Pertahanan, BSSN, Kemkominfo, Dewan Pers, dan asosiasi media untuk berbagi early warning mengenai ancaman informasi secara lebih cepat dan terstruktur.

Penutup dan Refleksi: Pers Sebagai Jantung Pertahanan Ideologi

Acara ditutup dengan komitmen bersama untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat. Plakat cinderamata dan sesi foto bersama menandai dimulainya sebuah jejaring insan pers bela negara yang diharapkan akan terus berkembang. Diklat ini bukan sekadar pelatihan satu hari, melainkan sebuah deklarasi paradigma baru.

Dalam konteks negara yang sedang menghadapi pertarungan narasi global, posisi pers menjadi sangat sentral. Bela Negara Network, melalui diklat ini, telah menempatkan insan pers sebagai subjek aktif dalam ekosistem ketahanan nasional. Mereka tidak lagi dipandang hanya sebagai obyek yang harus diatur atau pihak yang diawasi, melainkan sebagai mitra strategis yang tulang punggungnya adalah kebenaran fakta dan etika profesional. Ketika hoax, psywar, dan cyber attack menjadi alat perang generasi baru, maka jurnalisme yang berkualitas, berintegritas, dan berjiwa kebangsaan adalah senjata penangkalnya yang paling ampuh.

Dengan bekal dari forum di Gedung Suprapto ini, diharapkan setiap insan pers yang hadir pulang tidak hanya dengan sertifikat, tetapi dengan sebuah sense of mission yang diperbarui: bahwa setiap karya jurnalistik yang akurat, mendalam, dan mempersatukan, adalah kontribusi nyata bagi bela negara, menjaga marwah bangsa di ruang digital, dan memastikan kedaulatan Indonesia tetap utuh dari darat, laut, udara, hingga di dunia maya yang tak berbatas.

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Live Tv