Randhi Haryaningtyastomo, S.Si: Seni Budaya Banyumas sebagai Panggilan Jiwa
JAKARTA, jakwarta.com — Sosok Randhi Haryaningtyastomo, S.Si bukanlah nama asing di kalangan pelaku seni budaya Banyumas. Pria yang akrab disapa Randhi ini dikenal sebagai pegiat seni yang konsisten menjaga dan mengembangkan budaya lokal Banyumasan melalui Sanggar Seni Panginyongan, yang ia dirikan bersama keluarga dan rekan-rekan seniman.
Menariknya, gelar akademik yang disandang Randhi bukan dari bidang seni, melainkan Sarjana Sains. Namun, dengan senyum tenang ia mengatakan bahwa jam terbang dan pengalaman di dunia kesenian telah membuatnya melampaui sekadar urusan gelar akademik.
Dalam program Obrolan Budaya yang diproduksi oleh Budayantara.tv pada Minggu (9/11/2025) di Sanggar Seni Panginyongan, Randhi berbagi perjalanan panjangnya dalam dunia seni. Acara yang dipandu oleh Masdjo Arifin itu berlangsung dalam suasana hangat, penuh refleksi, dan semangat pelestarian budaya.
“Darah seni itu sudah mengalir di keluarga kami. Sejak kecil, saya tumbuh di lingkungan yang lekat dengan kesenian Banyumasan. Tari, musik tradisional, hingga seni peran menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujar Randhi.
Dari Sanggar Tari ke Sanggar Seni
Ketika ditanya mengapa memilih nama Sanggar Seni alih-alih Sanggar Tari, Randhi menjawab dengan penuh makna.
Menurutnya, Sanggar Seni Panginyongan bukan sekadar wadah bagi seni tari, melainkan ruang kreatif lintas disiplin.
“Kami ingin membuka ruang tumbuh bagi seluruh bentuk ekspresi seni. Tidak hanya tari, tapi juga seni peran, musik tradisional, dan seni pertunjukan lainnya. Di sinilah kami belajar dan berproses bersama,” jelasnya.
Tantangan di Tengah Gemerlap Budaya
Meski banyak prestasi dan dukungan, Randhi tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi pelaku seni lokal. Ia menyoroti fenomena pembajakan talenta seni budaya oleh pihak-pihak tertentu yang hanya menjadikan seniman sebagai alat proyek kebudayaan.
“Masih ada pihak yang melihat seniman hanya sebagai alat proyek, bukan pelaku budaya yang harus dihargai. Ini menjadi ganjalan yang harus kita selesaikan bersama,” tegasnya.
Konten Lokal, Pasar Global
Melalui Sanggar Seni Panginyongan, Randhi menggagas konsep “Konten Lokal, Pasar Global” — sebuah visi besar agar seni budaya Banyumas tidak hanya dinikmati masyarakat lokal, tetapi juga mampu menembus pasar nasional bahkan internasional.
“Kami ingin seni Banyumasan menjadi konsumsi global. Dengan digitalisasi dan kolaborasi kreatif, budaya kita bisa dikenal luas tanpa kehilangan jati diri,” ungkapnya penuh semangat.
Obrolan budaya bersama Randhi menjadi pengingat bahwa seni bukan sekadar hiburan, melainkan identitas dan panggilan jiwa.
Dari Banyumas untuk Indonesia, semangat Panginyongan terus menari di antara irama zaman — membawa budaya lokal menuju panggung dunia. (Pray/Masdjo)
